foto : suara-bekasi.com |
Hari ini sudah
akhir bulan Januari, tidak terasa lusa sudah masuk bulan Februari. Di bulan
Februari beberapa daerah menyelenggarakan pilkada. Secara serentak daerah terkait
akan memilih pemimpin barunya. Tiga menit di bilik suara akan menentukan nasib
daerah terkait selama lima tahun ke depan. Semoga kita mendapatkan pemimpin
yang amanah (aamiin).
Berbicara tentang politik, tiba-tiba
saya teringat pada satu percakapan dengan teman saya.
Dia : “ Mba kenapa politik cenderung
kotor, orang yang sudah terlanjur berpolitik rawan korupsi ?”
Saya : “ Iya tidak semua kotor, di
politik ada juga yang bersih, karena banyaknya yang kotor jadi terlihat kotor
semua”.
Dia : “Berarti politik banyak
buruknya, banyak orang yang baik masuk politik jadi ikutan buruk”,
Saya : “ Tidak bisa disamaratakan
juga mba, politik itu tidak beragama. Yang beragama itu pelaku politik. So,
jangan salahkan politik, salahkan pelaku politik yang mengamalkan agamanya”.
Percakapan saya dengan seseorang di atas menunjukan tidak
percayanya dia pada politik. Pemberitaan media yang santer terlihat mengarahkan
opini publik, bahwa politik itu buruk. Tapi saya kembalikan lagi, pada dasarnya
politik itu hanya alat, dan baik atau buruknya kembali pada yang menggunakan
politik tersebut.
Lalu yang jadi PR, perbandingan
orang baik VS orang tidak baik di politik itu lebih banyak orang yang tidak
baik. So, sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara yang (sadar ) untuk
mengawasi jalannya politik. Mengingat kita pemilik kedaulatan. Iya, bukankah
negara kita menganut sistem demokrasi, dimana kedaulatan tertinggi di tangan
rakyat?
Para wakil-wakil rakyat di Senayan
dan di segala jajaran kedudukannya hanya wakil kita (rakyat). Menyadari
supremasi makna kedaulatan, cukup menjadi modal kita tidak kerdil dihadapan
penguasa. Juga modal kita tidak diperalat politik (baca : pelaku politik). Wallohu
‘alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar