Laman

Selasa, 31 Januari 2017

Dua Renungan kita sebagai pewaris NU




Harlah NU ke 91, sebuah perjalanan panjang. Saksi bendera bintang Sembilan ini berkibar membentang di langit nusantara. Bendera panjang ini dipegang teguh oleh para kyai, sepuh, dan warga Nahdliyin. Sepanjang bentangan bendera ini NU mengayomi dan menjaga warga Nahdliyin. NU telah berjasa besar menjadi rumah bagi warga Nahdliyin, terutama umat Islam Indonesia.

Sedikit membaca kilas balik berdirinya NU pada tahun 1926, sejak awal berdirinya NU telah mengemban amanah untuk mengayomi warga Nahdliyin. Meski mewadahi organisasi masa berbasis Islam. NU tidak memisahkan diri dari kehidupan kenegaraan. Setiap babak perjalanan Indonesia NU selalu menjadi panglima garda terdepan yang membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kontribusi NU terhadap bangsa Indoensia sangat besar. Hampir di setiap babak perjuangan Indonesia NU terlibat. Tombak sejarah menulis dengan tinta emas slogan Hubbul Wathon Minal Iman ( cinta agama bagian dari iman) yang didengungkan oleh KH. Hasyim ‘Asyari telah menggelorakan dan menjiwai perjuangan warga Nahdliyin dan rakyat Indonesia pada umumnya. Ketundukan umat Islam pada kyai, satu hati menempuh perjuangan kemerdekaan tergadai darah dan nyawa. Demi cinta pada ulama, demi cinta pada negara.

Selanjutya keterlibatan NU dalam NKRI bukan semata wadah bagi ormas Islam, melainkan sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, NU turut mewarnai perjalanan bangsa Indonesia. Pada setiap babak ‘menggigit’ dari rezim Orde Lama, Orde Baru, Reformasi hingga pasca reformasi ini.

NU yang menerjunkan diri pada aktivitas kemlasahatan umat turut berjibaku dengan ‘drama’ perpolitikan di Indonesia. NU mengalami masa getir ‘dijatuhkan, difitnah, dan segala isu pelemahan lainnya. Namun NU tegar- bendera hijau masih berkibar, NU terus mengayomi warga Nahdliyin juga menjaga NKRI. Para kyai, santri dan warga Nahdliyin lainnya akan terus setia terhadap NKRI.

So, jangan tanyakan lagi –jangan ragukan lagi, posisi NU dan kontribusi NU terhadap NKRI. Dalam refleksi 91 tahun ini, saya merenungkan beberapa hal :
Pertama, saya mempertanyakan kembali keharmonisan ulama (NU) dengan pemimpin bangsa dan jajarannya? Masihkah mereka ‘manut’ pada kyainya. Atau para kyai hanya sebagai alat politik meraih kekuasaan pemimpin?

Kedua, pada masa silam kita menyaksikan dalam teks-teks sejarah betapa heroiknya para ulama, kyai, santri menjaga NKRI. Dahulu mereka mengangkat senjata melawan penjajah. Lalu saat ini, ‘senjata’ seperti apakah yang kita gunakan untuk menjaga NKRI dan menjaga warga Nahdliyin pada umumnya?

Sekali lagi pertanyaan di atas, hanya sebagai renungan kita bersama selaku pemilik dan pewaris Nahdlatul Ulama. Wallohu ‘alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar