Laman

Sabtu, 11 Februari 2017

Menikah dengan Diri Sendiri ( Married with Your Self)




Judul yang menggelitik bukan? Ketika asyik berselancar di dunia maya tanpa sengaja aku menemukan sebuah artikel terkait manajemen diri. Lalu sisi ke-aku-an itu mendapat imbuhan ‘menikah’. Apakah makna akan berbeda ? 

Tentu tidak. Menikah dengan Diri Sendiri masih bagian lingkup manajemen diri. Tidak percaya? Ayo simak penjelasanku.

Saya berikan satu ilustrasi tentang sosok A dan B. A adalah laki-laki dan B adalah perempuan. Sesaat kita abaikan unsur perbedaan jenis kelamin antara dua objek contoh tersebut. Fokuslah pada A dan B secara personal. Pergaulan Si A dan Si B secara luas.


Jika kamu adalah A. Siapkah kamu menjadi menikah dengan Si A, yakni dirimu sendiri. Kamu akan ditantang untuk memahami karakter, sikap, dan perilaku Si A. 

Contoh kasus :
Kamu adalah Si A yang mempunyai sifat pemarah. Si A biasa marah kalau pendapatnya tidak diterima dikalangan teman-temannya. Saat itu kamu posisikan menjadi Si A, kamu menikmati peranmu –ketika marah-marah kepada temanmu. Hasil lampiasan emosi karena kamu merasa posisimu tidak dianggap oleh teman-temanmu. 

Lalu Si B. sosok Si B masuk ke dalam scenario cerita. Si B adalah salah satu teman Si A, yang mendapat lampiasan amarah dari Si A.

 Lalu- dengan empati yang tinggi- kamu (Si A) berubah menjadi Si B. Kamu merasa bagaimana mendapat amarah dari Si A (dirimu sendiri). 

Poin saat kamu-berempati pada Si B saat itulah kamu sedang melakukan change point of view. Mengubah suddut pandang. Bukan semata kamu (Si A) berada di posisi pelampias amarah lntara pendapat yang tidak diterima teman. Namun Si A-yang mampu melihat masalah dari sudut pandang Si B.

Kamu (Si A) bisa merasakan perasaan sedih, tertekan, bersalah, bahkan penolakan dari Si B. 

Jika kamu sudah memahami Si B. Kamu tidak mudah meng-aku-an Si A. kamu akan lebih bijak, berpikir dua kali untuk melakukan hal-hal tertentu. Semisal pun berada di kasus pertama, kamu akan berpikir ulang/ otakmu akan berimajinasi dampak yang terjadi setelah lampiasan marah-marah itu terjadi.

Jadi, jika sudah pada poin ini. Kamu akan mengerti maksud dari judul “ Menikah dengan Diri Sendiri”. Yakni ketika kamu menikah dengan sikap, karakter, dan perilaku dari dirimu sendiri.

Jika kamu (dirimu sendiri) saja belum mampu menerima  menikahi diri sendiri. Lalu bagaimana dengan orang lain ( yakni Si B, Si C, Si D dan lain-lain).

Selanjutnya kata ‘menikah’ bisa diganti dengan ‘berteman dengan diri sendiri’, sanggupkah kamu mencintai dirimu sendiri’ dan lain-lain.
Wallohu alam.

Referensi :
Disarikan dari salah satu artikel buku “ Satu Tiket Ke Surga” dengan berbagai penyuntingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar